2.1 Sejarah Pendidikan di Indonesia
Indonesia pernah mengalami masa penjajahan,
baik yang pada masa penjajahan Belanda maupun masa penjajahan jepang. Sehingga,
tidak mengherankan apabila pengaruhnya sangat kuat dalam segala bidang, baik di
bidang politik, ekonomi, maupun militer.
Masa penjajahan ini juga berpengaruh sangat
kuat terhadap sejarah pendidikan di Indonesia. Secara garis besar, sejarah
pendidikan di Indonesia terbagi atas system pendidikan masa pra kemerdekaan,
masa kemerdekaan, dan masa pemerintahan Republik Indonesia.
1.Sistem pendidikan pra kemerdekaan
A. Masa Pemerintahan Belanda
Pada masa ini, pendidikan terbagi menjadi
dua, yaitu: pendidikan rendah, pendidikan menengah, pendidikan kejuruan, dan
pendidikan tinggi. Tujuan pendidikan pada masa penjajahan Belanda lebih
dititikberatkan kepada
memenuhi kebutuhan pemerintah Belanda, yaitu tersedianya tenaga kerja murah untuk hegemoni penjajah dan untuk menyebarluaskan kebudayaan Barat.
memenuhi kebutuhan pemerintah Belanda, yaitu tersedianya tenaga kerja murah untuk hegemoni penjajah dan untuk menyebarluaskan kebudayaan Barat.
B. Sistem Pemerintahan Jepang
Pada masa pendudukan Jepang, system
pendidikan di Indonesia banyak mengalami perubahan. Beberapa sekolah
diintegrasikan karena dihapuskannya system pendidikan berdasarkan bangsa maupun
berdasarkan strata social tertentu.
Bahasa pengantar di semua sekolah menggunakan
Bahasa Indonesia. Tujuan pendidikan lebih ditekankan kepada dihasilkannya
tenaga buruh kasar secara gratis (Cuma-Cuma) dan prajurit-prajurit untuk
keperluan peperangan jepang.
2. Sistem Pendidikan Masa Kemerdekaan
Pada masa kemerdekaan, tujuam pendidikan adalah
untuk mendidik menjadi warga Negara yang sejati, bersedia menyumbangkan tenaga
dan pikiran untuk negara dan masyarakat.
2.1.1 Pengertian
1. Batasan tentang Pendidikan
Batasan
tentang pendidikan yang dibuat oleh para ahli beraneka ragam, dan kandungannya
berbeda yang satu dari yang lain. Perbedaan tersebut mungkin karena
orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek yang menjadi tekanan, atau
karena falsafah yang melandasinya.
a. Pendidikan sebagai Proses transformasi Budaya
Sebagai
proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan
budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Nilai-nilai budaya tersebut
mengalami proses transformasi dari generasi tua ke generasi muda. Ada tiga
bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok diteruskan misalnya
nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab, dan lain-lain.
b. Pendidikan sebagai Proses Pembentukan Pribadi
Sebagai
proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagi suatu kegiatan yang
sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik.
Proses pembentukan pribadi melalui 2 sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi
mereka yang belum dewasa oleh mereka yang sudah dewasa dan bagi mereka yang
sudah dewasa atas usaha sendiri.
c. Pendidikan sebagai Proses Penyiapan
Warganegara
Pendidikan
sebagai penyiapan warganegara diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana
untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negara yang baik.
d. Pendidikan sebagai Penyiapan Tenaga Kerja
Pendidikan
sebagai penyimpana tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta
didik sehingga memiliki bekal dasar utuk bekerja. Pembekalan dasar berupa
pembentukan sikap, pengetahuan, dan keterampilan kerja pada calon luaran. Ini
menjadi misi penting dari pendidikan karena bekerja menjadi kebutuhan pokok
dalam kehidupan manusia.
e. Definisi Pendidikan Menurut GBHN
GBHN
1988(BP 7 pusat, 1990: 105) memberikan batasan tentang pendidikan nasional
sebagai berikut: pendidikan nasiaonal yang berakar pada kebudayaan bangsa
indonesia dan berdasarkan pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan
untuk memingkatkan kecerdasan serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan
nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
Dan pendidikan dapat di artikan juga sebagai
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
2.1.2 Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang
nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.
Pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan
pendidikan dazn merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan
pendidikan.
2.2
Pendidikan Seumur Hidup
2.2.1
Pengertian dan Konsep
A. Pengertian
Pendidikan
Seumur Hidup adalah makna yang
seharusnya benar-benar terkonsepsikan secara jelas serta komprehensif dan
dibuktikan dalam pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam penerapan terutama
bagi para pendidik di negeri kita.
Pendidikan seumur hidup atau
belajar seumur hidup bukan berarti kita harus terus sekolah sepanjang hidup
kita. Sekolah banyak diartikan oleh masyarakat sebagai tugas belajar
yang terperangkap dalam sebuah “ruang” yang bernama kelas, bukan itu yang
dimaksud. Paradigma belajar seperti ini harus segera kita rubah. Pengertian
belajar bukan hanya berada dalam ruangan tapi belajar disemua tempat, semua
situasi dan semua hal.
Pendidikan seumur hidup
bersifat holistik, sedangkan pengajaran bersifat spesialistik,
terutama pengajaran yang terpilih dan terinferensikan dalam pelbagai bentuk
kelembagaan belajar.
Holistik memiliki arti lebih
mengarah kepada pengutuhan atau penyempurnaan. Manusia selalu berusaha uintuk
mencapai titik kesempurnaan dalam segala hal, namun seberapa besar usahapun
kita tidak akan sampai pada kesempurnaan itu ,karena kesempurnaan hanya milik
Sang Pencipta Alam.
Belajar
berarti memfungsikan hidup, orang yang tidak belajar berarti telah kehilangan
hidupnya, paling tidak telah kehilangan hidupnya sebagai manusia. Karena hidup
manusia itu bukan hanya individu dalam dirinya saja tapi juga interaksi dengan
sesamanya, dengan antar generasi dan kehidupan secara universal.
Dalam
pendidikan atau belajar terdapat interaksi antara tantangan (challenge)
dari alam luar diri manusia dan balasan (response) dari daya dalam diri
manusia. Dalam belajar juga terjadi interaksi komunikasi antara manusia dan
berlangsungnya kesinambungan antar generasi serta belajar melestarikan hidup,
mengamankan hidup dan menghindari pengrusakan hidup. Belajar berarti menghargai
hidup kita. Dalam agama sering kita dengar kalimat ”
Belajarlah (tuntutlah ilmu) dari ayunan sampai liang lahat”.
Belajar merupakan tugas semua
manusia, tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin semua mempunyai tugas
tersebut. Kita belajar mengetahui apapun yang ada di dunia ini untuk
kemajuan individu atau universal. Belajar memberi, belajar menerima, belajar
bersabar, belajar menghargai, belajar menghormati dan belajar semua hal. Oleh karena itu sahabat-sahabatku sekalian, marilah kita tanamkan rasa
ingin selalu belajar dan belajar sepanjang hidup pada diri kita, keluarga dan
orang-orang di sekitar kita. Agar kita sebagai manusia yang diberi kehidupan
dapat lebih menghargai hidup yang Tuhan berikan.
B.
Konsep
Konsep ini dikemukakan secara rinci
karena mendasari arah baru dunia pendidikan. Ide dan konsep Pendidikan Seumur
Hidup (PSH) yang secara operasional sering pula disebut “Pendidikan Sepanjang
Raga”. Sebagai konsep yang lebih ilmiah dan sekaligus sebagai gerakan global
yang merambah keberbagai Negara yang
memang baru mulai dirsakan pada tahun 70-an. Pada zaman Nabi Muhammad Saw, 14
abad yang lampau, ide dan konsep itu telah disiarkan dalam bentuk sebuah suatu imbauan : “Tuntutlah ilmu mulai sejak di buaian hingga liang lahat”.
Dorongan belajar sepanjang hayat itu
terjadi karena dirasakan sebagai kebutuhan. Sepanjang hidup manusia memang
tidak pernah berada disuatu vakum. Mereka dituntut untuk mampu menyesuikan diri
secara aktif, dinamis, kreatif dan inofatif terhadap diri dan kemajuan zaman.
Pendidikan seumur hidup bertumpu
pada keyakinan bahwa pendidikan itu tidak identik dengan persekolahan.
Pendidikan seumur hidup merupakan suatu
proses berkesinambungan yang berlangsung sepanjang hidup. Ide tentang pendidikan Seumur Hidup (PSH)
hamper tenggelam, yang dicetuskan 14 abad yang lalu, kemudian dibangkitkan
kembali oleh Comenius 3 abad yang lalu (diabad 16) dan John Dewey 40 tahun yang
lalu (yaitu tahun 50-an). Tokoh pendidikan John Amos Comenius (1592-1671)
mencetuskan konsep pendidikan bahwa tujuan pendidikan adalah untuk membuat
persiapan yang berguna di akhirat nanti.
Selanjutnya PSH didefinisikan
sebagai tujuan atau ide formal untuk pengorganisasiaan dan persetrukturan
pengalaman pendidikan. Pengorganisasiaan dan persetrukturan pengalaman
pendidikan ini diperluas mengikuti seluruh tantangan usia yang paling muda
sampai palingtua (Cropley;67). Kemudiaan 40 tahun yang lalu Jhon Dewey, ahli
filsafat dan pendidikan dari Amerika (1859-1952) menaruh keyakinan bahwa yang
pokok dalam pendidikan adalah kegiatan anak itu sendiri, kegiatan itu merupakan
manifestasi dari kehidupan. Tidak ada
kehidupan tanpa kegiatan, sepanjang hidup harus ada keaktifan, anak wajib
memperoleh pengetahuan dari usahanya sendiri.
Tulisannya yang terbit pada tahun
1934 yang berjudul “Experience and Education” menekankan pentingnya “mengalami”
dalam belajar (Sapta Darma, 1995:11-12). Sebagai gerakan konseptual yang
bersifat massa baru mulai pada tahun 76-an, yaitu 20 tahun kemudiaan sesudah
Dewey, dengan munculnya laporan komisi internasional tentan perkembangan yang
di pimpin oleh Edgar Faure yang berjudul “Learning To Be”, The Word Education,
Today and Tomorrow”. Yang diterbitkan oleh UNESCO pada tahun 1972. Dalam
laporan tersebut diajukan 6 buah rekomendasinya ialah agar pendidikan dimasa depan. Salah satu rekomendasinya ialah agar
pendidikan seumur hidup (life long
education). Bagi warga masyarakat untuk menuju ke suatu masyarakat gemar
belajar (learning society) dapat diterima sebagai master konsep dalam pembaruan pendidikan
dimasa mendatang. Sejak itu ide tersebut terus menyebar luas keberbagai Negara
menuju ke Negara maju dan Negara berkembang untuk diketahui dan
dipertimbangkan, pada saat itu respon berbagai Negara tidak sama, khususnya
diIndonesia respon terhadap konsep PSH
itu sangat positif dan dituangkan dalam
kebijakan Negara yaitu dalam ketetapan MPR No.IV/MPR/1973 jo. Ketetapan MPR
No.IV/MPR/1973 tentang GBHN yang menetapkan prinsip pembangunan nasional antara lain : Dalam Bab IV bagian pendidikan,
butir (d) berbunyi : Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di
dalam lingkungan rumah tangga/keluarga dan masyarakat, karena itu pendidikan
menjadi tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
2.2.2
Asas Pendidikan Seumur Hidup
Asas pendidikan seumur hidup merumuskan bahwa proses
pendidikan merupakan suatu proses kontinu yang bermula sejak seseorang
dilahirkan hingga meninggal dunia.
Dasarnya adalah
1. Menurut GBHN 1978 dinyatakan bahwa
pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan di dalam lingkungan rumah tangga, sekolah,
dan masyarakat sehingga
pendidikan
seumur hidup merupakan tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah.
2. Secara yuridis formal konsepsi pendidikan
seumur hidup dituangkan dalam Tap MPR No.
IV/MPR/1973 jo Tap MPR No. IV/MPR/1978 tentang GBHN, dengan
prinsip-prinsip pembangunan nasional :
1. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan
pembangunan seluruh rakyat Indonesia (arah pembangunan jangka
panjang).
2. Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan
dalam keluarga, sekolah dan masyarakat.
3. Konsepsi manusia
Indonesia seutuhnya merupakan konsepsi dasar tujuan pendidikan nasional (UU
Nomor 2 tahun 1989 Pasal 4) yakni pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti
luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.
2.2.3
Tujuan Pendidikan Seumur Hidup
Tujuan
pendidikan manusia seutuhnya dan seumur hidup :
1. Mengembangkan potensi kepribadian
manusia sesuai dengan kodrat dan hakikatnya, yakni seluruh aspek pembaurannya
seoptimal mungkin.
2. Dengan mengingat proses pertumbuhan
dan perkembangan kepribadian manusia bersifat hidup dinamis, maka pendidikan
wajar berlangsung seumur hidup.
2.2.4 Implikasi Pendidikan Seumur
Hidup
Implikasi
diartikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi dari suatu keputusan tentang
pelaksanaan pendidikan seumur hidup.
Menurut
W.P Guruge dalam buku Toward Better Educational Management, implikasi
pendidikan seumur hidup pada program pendidikan. adalah :
1. Pendidikan baca tulis fungsional
Pendidikan
baca tulis sangatlah penting bagi masyarakat, baik negara maju maupun negara
berkembang. Realisasi baca tulis fungsional memuat :
a. Memberikan kecakapan membaca,
menulis, menghitung yang fungsional bagi anak didik.
b. Menmyediakan bahan-bahan bacaan yang
diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut kecakapan yang telah dimilikinya
tersebut.
2.
Pendidikan Vokasional
Pendidikan voasional sebagai program pendidikan
diluar sekolah bagi anak diluar batas usia sekolah atau sebagai program
pendidikan formal dan non formal dalam rangka “apprentice ship training”
merupakan salah satu program dalam pendidikan seumur hidup.
Namun pendidikan vokasional tidak boleh
dipandang sebagai jalan pintas tetapi tetap dilaksanakan secara kontinu.
3.
Pendidikan Profesional
Sebagai
realisasi pendidikan seumur hidup, dalam tiap profesi hendaklah tercipta built
in mechanism yang memungkinkan golongan profesional terus mengikuti berbagai
kemajuan dan perubahan menyangkut metodologi, perlengkapan, terminology dan
sikap profesionalnya.
4.
Pendidikan ke arah perubahan dan pembangunan
Pendidikan
bagi anggota masyarakat dari berbagai golongan usia agar mereka mampu mengikuti
perubahan sosial dan pembangunan juga merupakan konsekuensi penting dari asas
pendidikan seumur hidup.
5.
Pendidikan kewarganegaraan dan kedewasaan politik
Pendidikan
kewarganegaraan dan kedewasaan politik perlu diberikan dalam pendidikan seumur
hidup bagi kehidupan berbangsa dan bernegara baik dalam rakyat maupun pimpinan.
6.
Pendidikan kultural dan pengisian waktu senggang
Pendidikan
kultural dan pengisian waktu senggang perlu diberikan secara konsruktif sebagai
bagian konsep pendidikan seumur hidup. Dengan cara ini waktu senggang dapat
dimanfaatkan berbasis budaya yang baik sehingga pendidikan seumur hidup dapat
berjalan menyenangkan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
A. Sejarah Pendidikan
di Indonesia
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk
menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya
sekarang dan yang akan datang, dan pendidikan nasional Indonesia adalah
pendidikan yang berakar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia.
Dalam pengertiannya terdapat batasannya
yaitu : pendidikan sebagai proses transformasi budaya, pendidikan sebagai proses
pembentukan pribadi, pendidikan sebagai proses penyiapan warganegara,
pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja dan definisi pendidikan menurut GBHN.
B. Pendidikan Seumur
Hidup
Berdasarkan
berbagai definisi, dapat disimpulkan bahawa pendidikan ialah proses melatih
akaliah, jasmaniah, moral manusia untuk melahirkan warganegara yang baik serta
menuju kearah kesempurnaan untuk mencapai tujuan hidup.
DAFTAR
PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar